Sudut Pandang,–Skandal pertambangan ilegal yang terungkap dalam kasus Tata Niaga Timah di Sumatera Selatan adalah gambaran dari ketidakberdayaan negara dalam mengelola sumber daya alamnya. Kejaksaan Agung RI mengungkap kasus ini dengan kerugian negara hingga Rp 300 triliun lebih. Jumlah yang fantastis ini tidak hanya mencerminkan kerugian finansial, tetapi juga menggambarkan betapa dalamnya dampak sosial, dan ekologis dari kegiatan pertambangan yang tak terkontrol.
Sebagai penulis yang sempat berkunjung ke berbagai lokasi tambang di Sumatera pada 2009 silam, saya masih ingat dengan jelas bagaimana suasana di lapangan kala itu. Di beberapa titik, terdapat sejumlah kapal dan smelter yang beroperasi, mengolah timah yang diperoleh dari tambang-tambang di kawasan tersebut. Sayangnya, beberapa smelter yang dulu tampak beroperasi secara sah, kini menjadi bagian dari penyelidikan besar setelah Kejaksaan Agung RI mengungkap kasus ini menyusul smelter-smelter tersebut, bersama dengan peralatan tambang lainnya, telah disita dalam rangka penyidikan kasus ini. Penemuan ini semakin menambah gambaran tentang betapa luas dan dalamnya jaringan tambang ilegal yang terlibat dalam permasalahan ini.
Kasus ini menyentuh banyak aspek yang lebih besar daripada sekadar kejahatan ekonomi. Dari lapangan tambang yang tersebar di berbagai sudut Sumatera Selatan, sampai ke meja-meja kantor pejabat tinggi, tambang ilegal ini menyita perhatian publik karena melibatkan banyak pihak, baik dari kalangan pejabat kementerian, pemerintah daerah, hingga dunia selebritas dan pengusaha kaya yang selama ini dikenal hidup dalam kemewahan. Melalui kasus ini, kita bisa melihat bagaimana praktik ilegal ini telah menjalar begitu dalam, menciptakan jaringan yang menyentuh berbagai sektor kehidupan. Ini adalah sebuah “melodi” kelam yang dimainkan oleh banyak tangan, yang dalam setiap ketukan dan nada-nadanya terdapat keserakahan, ketidakadilan, dan pengkhianatan terhadap negara.
Yang lebih memprihatinkan, di balik praktik tambang ilegal yang merajalela ini, terdapat kerusakan lingkungan yang tak terhitung. Hutan yang gundul, laut yang tercemar, serta ekosistem yang hancur adalah bukti nyata dari aktivitas eksploitasi yang tidak terkendali. Timah, yang seharusnya menjadi sumber kekayaan dan kebanggaan bangsa, justru dijadikan ladang bagi para spekulan yang hanya berfokus pada keuntungan sesaat. Tidak ada pengelolaan yang berkelanjutan, tidak ada perhatian terhadap masa depan. Sumber daya alam kita, yang seharusnya memberi manfaat bagi rakyat, malah terkuras habis oleh segelintir orang yang tidak peduli dengan nasib generasi mendatang.
Namun, kasus Tata Niaga Timah lebih dari sekadar persoalan kerugian finansial dan kerusakan lingkungan. Kasus ini mengungkap fakta mengejutkan bahwa banyak pihak yang selama ini berkuasa, baik dalam pemerintahan maupun dalam dunia hiburan dan bisnis, terlibat dalam praktik yang merusak ini. Nama-nama besar dari kalangan pejabat, selebritas, dan pengusaha kaya yang ikut terlibat menggambarkan bagaimana tambang ilegal ini bukan hanya soal uang, tetapi juga soal pengaruh. Mereka yang seharusnya menjaga moralitas dan integritas bangsa, malah menjadi bagian dari jaringan yang merusak tatanan sosial dan ekonomi negara. Kejahatan ini melibatkan banyak orang dengan berbagai latar belakang, dan itu menjadi bukti betapa lemah sistem pengawasan yang ada.”sebelumnya”.
Tambang ilegal ini, seolah mengalun seperti sebuah melodi yang tak kunjung berhenti, membentuk irama yang mengalir dari satu tempat ke tempat lain. Keberlanjutannya mencerminkan bagaimana keserakahan dapat mengendalikan segala sesuatu, menghancurkan nilai-nilai moral dan prinsip keadilan. Maka, penting bagi kita untuk mengubah “melodi” ini menjadi lebih positif. Negara harus mengambil langkah tegas dalam memberantas tambang ilegal. Tidak hanya memperketat regulasi, tetapi juga menegakkan hukum secara transparan dan adil, tanpa pandang bulu.
Ke depannya, pengelolaan sumber daya alam Indonesia, terutama yang terkait dengan sektor pertambangan, harus dilakukan dengan prinsip keberlanjutan dan transparansi. Negara harus mengembalikan fungsi pengawasan yang kuat dan memastikan bahwa manfaat dari kekayaan alam ini benar-benar bisa dirasakan oleh seluruh rakyat, bukan hanya segelintir orang yang menggerogoti kekayaan negara. Hukum harus menjadi orkestra yang mengatur irama negeri ini, dengan ketegasan yang tak tergoyahkan agar sumber daya alam yang melimpah tidak disalahgunakan lagi.
Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa, dan kita tidak boleh membiarkan keserakahan merusaknya. Tata Niaga Timah adalah cermin dari permasalahan sistemik yang lebih besar, yang harus segera diatasi. Ke depan, kita perlu menciptakan kesadaran kolektif bahwa mengelola sumber daya alam ini adalah tanggung jawab bersama. Semoga dengan berakhirnya kasus ini, kita bisa mulai mendengar melodi baru, melodi yang mengalun dari pengelolaan sumber daya alam yang lebih baik, adil, dan berkelanjutan untuk masa depan Indonesia yang lebih cerah. #Ata Cita. 21 Nov 2024.
Oleh : Supriadi Buraerah.