SINJAI, MERPOS, – Kemacetan panjang masih menjadi keluhan utama di wilayah Tellu Limpoe, khususnya di lokasi Jembatan Balampangi, Desa Bua. (Poros Sinjai – Bulukumba). Rabu (1/1/2024).
Kondisi jembatan yang mangkrak sejak lama membuat lalu lintas terganggu, selain itu genangan air di pemukiman setempat juga sering terjadi.
Terpantau, sangat padat kendaraan dari pagi hingga sore, sementara Jembatan ini hanya mampu dilalui satu arah karena lebar yang terbatas dan material jembatan terbuat dari kayu.
Pengguna jalan wajib was-was saat melintas, untungnya masih bisa diakses hingga saat ini. Masyarakat seperti Dedy Dear terlihat bersama Polisi mengurai kepadatan Arus kendaraan.
Warga yang ditemui menyebut pemerintah belum Mampu menyelesaikan persoalan tersebut.
“Iya, jembatan ini sudah lama mangkrak. Tidak ada upaya nyata dari pemerintah provinsi untuk menyelesaikannya,” ujar EN, salah seorang warga setempat.

Kondisi serupa juga terjadi di Jembatan Talise, Desa Pattongko, di mana mobil sulit berpapasan karena lebar jembatan yang tidak memadai.
Kepada MERPOS pihak pengelola wisata pantai Abadi, Andi Ebang menyatakan kemacetan ini bukan disebabkan lonjakan pengunjung di lokasi setempat.
Kemacetan sepenuhnya akibat pekerjaan jembatan yang tak kunjung rampung, sehingga untuk sementara pengguna jalan hanya bisa melalui Jembatan darurat.
Penyebab lainnya, termasuk ada jembatan yang sempit di Talise. Lokasi pantai Abadi terletak selompatan dari lokasi Jembatan Balampangi.
Di tengah kondisi ini, masyarakat berharap tahun baru (2025) menjadi momentum untuk perbaikan infrastruktur di daerah tersebut.

“Semoga pemerintah segera mengambil langkah nyata agar jembatan ini bisa digunakan dengan aman dan nyaman. Jangan menunggu terlalu lama,” ujar Cimenk, warga Tellu Limpoe yang juga sopir akuntan, kepada MERPOS, Rabu (1/11/2024).
Tiga Tersangka Korupsi Proyek Jembatan Balampangi
Infrastruktur Jembatan Balampangi ternyata menyimpan cerita lain. Setiap musim hujan area pemukiman setempat acap kali tergenangi air.
“Kalau musim hujan, rumah – rumah warga terdampak ( digenangi air) karena arus air agak terhambat karena muara pembuangan di sekitar jembatan tidak memadai,”ucap warga di lokasi. Rabu Siang.
Selain itu, sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Sinjai telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jembatan tersebut. Kasus ini merugikan negara hingga ratusan juta rupiah.
Penetapan dan penahanan tersangka dilakukan oleh penyidik Kejari Sinjai dengan dua tahap, masing-masing pada Kamis (9/11/2023) dan Jum’at (17/11/2023).
Salah satu tersangka adalah mantan Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel, berinisial S (58). Dua tersangka lainnya adalah G, direktur CV Lajae Putra, dan H, pelaksana lapangan.
Pembangunan jembatan ini dimulai pada 2022 dengan anggaran Rp 2,9 miliar, yang kemudian dimenangkan oleh CV Lajae Putra melalui penawaran Rp 2,3 miliar.
Hanya saja, pengerjaan mengalami stagnan dan terhenti meski kontrak telah diperpanjang.
Kondisi tersebut menjadi pintu bagi penegakan hukum untuk mengusut kejanggalan. Dalam kasus ini tiga tersangka ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Sinjai, untuk proses hukum lebih lanjut.
“Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp 400 juta,” ungkap Kajari Sinjai, Zulkarnaen dalam konferensi pers di Kantor Kejari Sinjai, 2023 lalu.

Sebelumnya, siang itu, Tim MERPOS GRUP melakukan investigasi di Proyek jembatan Balampangi tersebut.
Terlihat sejumlah bahan bangunan telah terpasang, sisanya tertumpuk di bahu jalan. Terlihat pula papa Proyek atau pengumuman jumlah anggaran milarian rupiah.
Saat itu, progres pembangunan baru mencapai 7% dari target volume yang ditentukan. PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), Bahrum, dan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman yang juga dihubungi melalui sambungan daring saat itu. keduanya memilih tidak menanggapi konfirmasi

Sementara Ja’far, inspektur konsultan yang ditemui di lokasi proyek, pada 3 November 2022, mengungkapkan bahwa beberapa faktor mempengaruhi lambannya progres pekerjaan.Sehingga capaian baru sekitar 7% realisasi.
“Masalah utama adalah keterbatasan alat yang sangat minim. Kontraktor yang pertama juga sudah diganti, sehingga aktivitas pekerjaan sempat terhambat,” ujar Ja’far saat wawancara S-MERPOS.
Meski kontraktor telah berganti, perusahaan yang menangani proyek ini tetap menggunakan nama CV. Lajae Putra, yang menjadi pihak yang bertanggung jawab atas kelanjutan pekerjaan jembatan.
Selain itu, proyek ini seharusnya selesai pada bulan Desember 2022, namun menurut Ja’far, mengingat kondisi saat ini, sangat sulit untuk memenuhi target tersebut.
“Peralatan yang ada saat ini tidak mencukupi, dan cuaca menjadi salah satu faktor penentu kelancaran pekerjaan ke depan,” tambahnya.
Selain itu, Ja’far juga menjelaskan bahwa bahan bangunan yang telah terpasang hingga saat ini, baru mencakup 10 dari 20 tiang (pancang) yang direncanakan.
“Kami berharap cuaca mendukung dan peralatan bisa diperbaiki agar pekerjaan dapat segera diselesaikan,” jelasnya.
Dirinya juga tidak membantah adanya sedikit polemik terkait lahan Milik Masyarakat.

Pernyataan Masyarakat Terkait Polemik Lahah.
Kendati, ditelisik lebih dalam, tak hanya soal anggaran yang berkasus pada kegiatan tersebut.
Namun juga terjadi tumpang tindih terkait pembebasan lahan. Andi. Baso salah satu Masyarakat yang ditemui mengatakan jika Jembatan tersebut lanjut dibangun secara langsung akan terjadi pelebaran dengan menggunakan lahan miliknya.
“Ini patok, nya, jadi ini pekarangan rumah termasuk Kios jualan saya akan kena pelebaran, namun untuk ganti ruginya belum pernah ada solusi. Saya sudah minta bantuan kepada anggota DPR. Namun belum juga membuahkan hasil,”ujar Andi Baso.

Sementara itu, proyek jembatan Balampangi dibiayai melalui APBD Provinsi Sulawesi Selatan dengan anggaran sekitar Rp2,5 miliar.