Foto : RSUD Sinjai, Jln Jenderal Sudirman (dok MERPOS).
Opini — Komisi Pemberantasan Korupsi masih malu – malu, sementara itu Pemerintah Kabupaten Sinjai tengah menghadapi serangkaian ujian, seperti terkait dugaan penyalahgunaan anggaran APBD tahun 2019-2020 yang kini ditangani oleh Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Sinjai, menjadi sorotan utama, pasalnya Tipikor sudah Bidik Tersangka.
Tak hanya itu hal yang lebih mencolok adalah soal pinjaman sebesar Rp 100 miliar yang diterima Pemkab Sinjai dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) pada tahun 2020. Pada masa Covid -19. Di balik niat untuk mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandemi, pinjaman ini kini justru menambah daftar panjang dugaan ketidaktransparanan dalam pengelolaan keuangan daerah.
Keberanian Pemkab Sinjai dalam mengambil pinjaman besar di tengah ketidakpastian ekonomi global bisa jadi merupakan langkah yang tepat dalam upaya pemulihan. Namun, hingga kini, masyarakat belum memperoleh penjelasan rinci tentang alokasi dana tersebut. Tanpa kejelasan mengenai tujuan dan penggunaannya, pertanyaan-pertanyaan muncul tentang sejauh mana pengelolaan keuangan itu benar-benar dimanfaatkan untuk memajukan daerah. Tanpa transparansi, dugaan penyimpangan pun semakin kuat, memperburuk citra pemerintah daerah.
Dalam situasi ini, 2023, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun turut menemukan sejumlah indikasi penyimpangan. Temuan di Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sinjai, yang menyebut adanya pengelolaan anggaran yang tidak sesuai prosedur, dan mengenai pengelolaan aset Pemkab Sinjai yang terus menjadi langganan temuan BPK RI setiap tahun, semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan dan aset daerah.
Cek Temuan BPK : https://sg.docworkspace.com/d/sIPebjPWAArKZyLcG?sa=601.1123&ps=1&fn=%20dinas%20%20sinjai.pdf
Kekhawatiran ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang melalui sistem Monitoring Center for Prevention (MCP) memiliki peran strategis dalam memastikan bahwa pemerintahan daerah berjalan dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Namun, hingga akhir tahun 2024, capaian MCP Sinjai yang baru mencapai 71 persen menunjukkan bahwa banyak hal yang masih perlu diperbaiki dalam pengawasan internal pemerintah daerah.
Di tengah masalah yang semakin besar ini, masyarakat Sinjai tidak lagi hanya berharap pada rekomendasi KPK, melainkan tindakan tegas yang dapat mengungkap seluruh potensi penyimpangan yang ada. KPK tidak boleh lagi “malu-malu” dalam menegakkan hukum. Tindak lanjut nyata terhadap dugaan penyalahgunaan anggaran dan aset daerah sangat diharapkan.
Kepercayaan publik adalah modal utama dalam pemerintahan daerah, dan tanpa itu, segala program pembangunan akan sia-sia. Pemkab Sinjai harus segera bertindak transparan dan akuntabel dalam mengelola anggaran dan aset daerah. Setiap kebijakan yang diambil harus bisa dipertanggungjawabkan dengan jelas kepada publik. Jika langkah ini tidak segera dilakukan, maka semakin besar pula potensi penyalahgunaan yang akan terjadi.
Pemerintah daerah kini dinanti memutuskan apakah, akan memilih transparansi yang mengembalikan kepercayaan masyarakat ataukah terus memilih untuk menutup-nutupi fakta yang ada. Pilihan ini akan menentukan masa depan pembangunan.
Masyarakat Sinjai menunggu tindakan nyata dari Pemkab Sinjai dan KPK dalam membenahi sistem pengelolaan keuangan negara.
(Oleh: Sup/Rakyat ).
Baca Juga :Catatan Tim MERPOS Soal Pemkab Sinjai dan KPK Malu – Malu
Comments 1