JAKARTA, – Kamis (28/11/2024), Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat telah memutuskan bahwa kerugian negara akibat proyek pembangunan jalur kereta Besitang-Langsa tahun 2015-2023 mencapai Rp 30,8 miliar. Jumlah ini jauh lebih kecil dibanding; “dakwaan”, Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut kerugian hingga Rp 1,1 triliun.
Ketua Majelis Hakim, Djumyamto, dalam putusannya menyampaikan bahwa angka kerugian dihitung berdasarkan progres fisik pekerjaan yang telah mencapai 98 persen. Hasil audit Inspektorat Kementerian Perhubungan juga menunjukkan bahwa sebagian besar proyek sudah terlaksana, meskipun belum dapat dioperasikan.
“Jika kerugian dihitung total loss karena proyek belum berfungsi, maka perhitungan itu tidak adil,” ujar Djumyamto saat membacakan pertimbangan hukum pada Senin (25/11/2024).
Hakim mengungkapkan, rincian kerugian negara dari total anggaran proyek sebesar Rp 1,149 triliun, pekerjaan yang telah diselesaikan senilai Rp 1,126 triliun. Selisih Rp 22,98 miliar ditemukan dalam perhitungan. Selain itu, ada pembayaran fiktif pada 10 paket Detail Engineering Design (DED) senilai Rp 7,9 miliar, sehingga total kerugian negara menjadi Rp 30,8 miliar.
Majelis Hakim menggunakan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 sebagai dasar hukum untuk menilai dan menetapkan besarnya kerugian negara berdasarkan fakta di persidangan.
Empat terdakwa dalam kasus ini divonis bersalah atas tindak pidana korupsi. Berikut rincian hukuman yang dijatuhkan:
1. Nur Setiawan Sidik
4 tahun penjara.
Denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Uang pengganti Rp 1,5 miliar subsider 1 tahun penjara.
2. Amanna Gappa
4,5 tahun penjara.
Denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Uang pengganti Rp 3,2 miliar subsider 2 tahun penjara.
3. Freddy Gondowardojo
4,5 tahun penjara.
Denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Uang pengganti Rp 1,5 miliar subsider 1,5 tahun penjara.
4. Arista Gunawan
4 tahun penjara.
Denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.
Uang pengganti Rp 12,3 miliar dianulir karena uang tersebut diterima perusahaan tempatnya bekerja.
Pertimbangan Hakim
Hakim menyebutkan bahwa proyek ini sudah berjalan dan sebagian besar telah terealisasi. “Tidak adil jika kerugian dihitung secara total sementara material proyek sudah terpasang dan dana digunakan sesuai progres pekerjaan,” ujar Djumyamto.
Vonis ini diharapkan menjadi pembelajaran agar pengelolaan proyek pemerintah lebih transparan dan bertanggung jawab di masa depan.
(MERPOS/Humas)
Comments 1