JAKARTA, – Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., kembali mengingatkan urgensi menjaga keseimbangan dalam pemberitaan, Senin (2/12/2024).Wahyudi berbicara lugas tentang masalah yang kerap membelit wartawan Indonesia, “berita sepihak”.
Menurutnya berita sepihak sangat rawan dan merugikan berbagai pihak, bahkan melanggar kode etik jurnalis. Kemalasan jurnalis untuk melakukan konfirmasi penyebab utamanya.
“Berita tanpa konfirmasi dari pihak yang diberitakan itu berbahaya. Selain melanggar kode etik, wartawan bisa tersandung masalah hukum,” ujarnya tegas.
Sebelumnya, pada kamis, saat Wahyudi berbincang dengan SP – Awak MERPOS yang juga merupakan alumni Lembaga Pendidikan Journalist Center Pekanbaru, Wahyudi menyoroti kasus yang sempat hangat dibicarakan: dua wartawan dan seorang narasumber di Makassar digugat perdata oleh pihak yang diberitakan. Meskipun kasus ini telah selesai. Menurutnya, masalah ini seharusnya tidak terjadi jika wartawan mengikuti prinsip jurnalistik dengan benar. Konfirmasi semua pihak sebelum memberitakan.
“Andai berita itu dikonfirmasi lebih dulu, ceritanya pasti berbeda. Kalau belum bisa mendapatkan tanggapan, lebih baik tunda dulu penerbitannya,” katanya, sembari mengutip Kode Etik Jurnalistik Indonesia (KEJI) Pasal 1 dan Pasal 3 yang menekankan azas keberimbangan.
Lanjut, Ia menjelaskan, tanpa keberimbangan, berita bisa digunakan sebagai alat untuk menjatuhkan wartawan. Bahkan, Undang-Undang Pers tidak akan mampu sepenuhnya melindungi jika ada pelanggaran etika yang dilakukan.
Menurut Wahyudi, pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan sering menempuh jalur hukum, baik perdata maupun pidana. “Hak jawab memang disarankan oleh Undang-Undang Pers, tapi kalau mereka memilih menggugat ganti rugi atau melaporkan wartawan ke polisi, itu juga sah-sah saja,” jelasnya.
Ia menambahkan, sering kali aparat penegak hukum mengabaikan perlindungan terhadap jurnalis. Bahkan, kesepakatan antara Dewan Pers dan Kapolri untuk tidak mengkriminalisasi wartawan kerap diabaikan.
Wahyudi mengingatkan, rasa malas atau takut untuk meminta konfirmasi hanya akan melahirkan karya jurnalistik yang ia sebut sebagai “hit and run”, berita yang lari dari tanggung jawab. “Itu sangat berbahaya. Wartawan harus berani menghadapi tantangan, termasuk meminta konfirmasi dari pihak yang diberitakan,”ucap Wahyudi yang juga merupakan Mantan Redaktur Majalah Forum Keadilan, zaman itu Karni Ilyas adalah Pimpinan Redaksinya — kini di TV One.
Sebagai seorang penulis buku jurnalistik sekaligus anggota Dewan Kehormatan PERADI, Wahyudi menekankan bahwa pelanggaran kode etik tidak hanya mencoreng profesi wartawan, tetapi juga membuka peluang bagi pihak yang merasa dirugikan untuk menempuh jalur hukum.
“Belajar dan mempraktikkan etika jurnalistik bukan hanya soal profesionalisme, tapi juga soal melindungi diri sendiri dari jerat hukum,”tegas Direktur Lembaga Pendidikan Journalist Center Pekanbaru itu.
Melalui diskusi ini, Wahyudi berharap para jurnalis dapat memetik pelajaran besar. “Keberimbangan berita adalah harga mati. Wartawan harus berani memastikan semua pihak didengar, agar karya jurnalistik tidak hanya informatif, tetapi juga bertanggung jawab,” pungkasnya.
(SP/dok Wahyudi- MERPOS).