Ketika Tuhan menyapa dunia dan seisinya melalui bencana, sering kali sulit bagi kita menemukan hikmah di balik peristiwa itu. Seperti hujan yang turun dari langit, yang sering disalahartikan sebagai gangguan, padahal sejatinya merupakan rahmat yang patut disyukuri. Hikmah dan manfaat yang tersembunyi di balik curahan hujan itu kerap terabaikan, terutama ketika dianggap menghambat keperluan yang sementara waktu dianggap lebih penting daripada hujan itu sendiri.
BACA JUGA: Nafas Rakyat Di Era Prabowo Subianto
Belajar membaca isyarat Tuhan yang tertuang di seluruh jagat raya dan seisinya, termasuk dalam kedalaman jiwa dan raga kita. Kehidupan yang fana dan penuh ‘misteri’ sering kali hanya memberikan sedikit pemahaman atas rahasia-Nya. Dalam Al-Qur’an, disebutkan banyak rahasia yang belum terungkap dibandingkan dengan apa yang telah diketahui. Bahkan, 99 nama Tuhan yang dikenal sebagai Asma’ul Husna memiliki makna mendalam yang mengingatkan kita pada keagungan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang indah, agung, dan mulia itu mencerminkan sifat-Nya yang Maha Esa, tidak tertandingi, penuh kasih, dan sayang. Semua ini sering diucapkan oleh siapa saja yang membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Baca Juga: Kegamangan Dalam Harapan Terhadap Eksistensi Polri di Tengah Masyarakat
Sementara itu, ayat-ayat Tuhan yang lebih banyak tertulis (Al -Qur’an). Identik dalam diri manusia mengisyaratkan kehadiran-Nya yang sangat dekat, bahkan lebih dekat dari urat nadi. Tradisi bangsa Timur yang cenderung religius sering menekankan pencarian Tuhan dalam diri, berbeda dengan bangsa Barat yang lebih sering mencari Tuhan di luar diri mereka. Tradisi bangsa Timur, seperti mengunjungi tempat-tempat yang dianggap keramat, bertujuan menciptakan suasana yang nyaman untuk lebih konsentrasi dalam menghayati kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa atas jagat raya dan seluruh isinya, termasuk manusia sebagai makhluk paling mulia di bumi.
BACA JUGA: Kecelakaan Bus Dan Avanza, 11 Korban
Maknanya jelas: atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Kuasa, manusia percaya kepada para utusan seperti Nabi Muhammad SAW dan Isa Almasih yang membawa ajaran tentang perilaku mulia. Tujuannya adalah menciptakan keharmonisan, tidak hanya antar sesama manusia, tetapi juga dengan alam dan makhluk lain. Harmoni ini terwujud melalui sikap saling menjaga, menyayangi, dan mengasihi. Orang-orang beriman yakin bahwa Tuhan Maha Pengasih dan Maha Penyayang tanpa membeda-bedakan. Dengan demikian, hakikat dari rahmatan lil alamin menjadi fondasi bagi kehidupan yang harmonis di bumi. Begitulah semangat dari ajaran amar ma’ruf nahi munkar yang mengarahkan manusia menuju tatanan kehidupan yang lebih baik.
(Oleh: J.E/MERPOS).











