Foto: Ketua KPK RI saat menyampaikan status penetapan tersangka terhadap Hasto Kristiyanto/HK (sumber dok/Jubir KPK).
SINJAI, MERPOS, — Polemik terkait pengelolaan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sinjai mencuat ke permukaan publik (29/12). Investigasi tim menemukan bahwa pada 2020, Pemkab Sinjai menerima pinjaman sebesar Rp 100 miliar dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). Pinjaman ini dilakukan di luar pinjaman dari Bank Sulselbar pada masa pandemi COVID-19. [LHP BPK/2021/2022].
Baca Juga : KPK Tetapkan HK Tersangka : Berkaitan Buronan Harun Masiku
Pinjaman tersebut diduga tanpa bunga, namun disertai biaya provisi sebesar 1% dan pengelolaan tahunan sebesar 0,185%. Dalam tahap awal pencairan, Pemkab menerima Rp 70 miliar. Pinjaman ini memiliki durasi pengembalian 96 bulan, mulai 2022 hingga 2028. Namun, muncul banyak pertanyaan tentang transparansi, pengelolaan, dan penggunaan dana tersebut.
Publik mempertanyakan bagaimana pinjaman sebesar itu dapat dilakukan, terutama di masa pandemi. Di tengah keterbatasan anggaran, proses pengambilan keputusan atas pinjaman ini dinilai perlu dijelaskan secara terbuka. Beberapa pihak menduga adanya potensi penyimpangan, yang semakin mengundang perhatian masyarakat. Namun disisi lain juga ada pihak menyatakan justru Rp100 Miliar tersebut adalah bagian dari upaya pencapaian Pemkab Sinjai pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Baca Juga : KPK Ungkap Oknum Wartawan Terima Rp20 Juta Dalam Kasus OTT Pj. Wali Kota Pekanbaru
Tak kalah menarik, soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2023 di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Sinjai menambah sorotan. Audit tersebut mengungkap indikasi kongkalikong pada pengelolaan keuangan daerah senilai ratusan juta rupiah. Temuan ini menjadi perhatian publik. Menyusul sorotan terkait proyek-proyek besar seperti pembangunan RS Bulu Paccing senilai puluhan miliar dengan pengembangan infrastruktur peternakan, serta proyek Rp 14 miliar di BPBD pada 2022.
Tak berhenti pada anggaran, pengelolaan aset Pemkab Sinjai juga menjadi perhatian. Aset berupa tanah yang diduga awalnya tercatat seluas 17 hektare, kini disebut diduga menyusut menjadi 15 hektare. Masyarakat menanti penjelasan resmi terkait hal ini, namun hingga kini pihak terkait belum memberikan keterangan lebih lanjut.
Baca Juga ; Temuan BPK di Sinjai
Publik kini berharap pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK – RI) untuk turun tangan dan memberikan kejelasan atas berbagai isu yang muncul. Sudah dihubungi sejak beberapa waktu ( Jam).Hingga saat ini, KPK belum memberikan respons resmi terkait hal tersebut. Padahal Keberadaan KPK diharapkan mampu memberikan titik terang terhadap permasalahan ini.
Disisi lain, pekan lalu juga ribut- ribut soal, tunjangan tambahan penghasilan (TPP) ASN di Sinjai periode akhir 2024 yang disebut tertunggak.Para ASN kepada MERPOS menyebut hal ini terjadi karena kendala anggaran, namun telah menjadi perhatian lebih lanjut dalam tata kelola keuangan daerah.
Sementara itu, Masyarakat Sinjai berharap polemik ini dapat segera diselesaikan secara transparan dan akuntabel. Kejelasan terkait penggunaan anggaran dan pengelolaan aset daerah kian mendesak transparan demi menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah. “Tolong KPK jangan malu-malu”.
BACA JUGA:
(M.S.M/SUP/MERPOS)
Comments 2