Ilustrasi gambar Seorang Raja sedang berbaring dengan perajut istana.
Pada suatu pagi yang cerah, istana Baghdad mendadak gempar. Bukan karena ancaman musuh atau huru-hara politik, melainkan karena sesuatu yang tampaknya sederhana, tetapi cukup mengusik hati Sang Raja.
“Semangkaku hilang!” seru Raja Harun Ar-Rasyid dengan nada gusar.
Para penasihat saling berpandangan. Semangka? Apakah mungkin sebuah buah sederhana bisa menjadi masalah besar di istana yang megah ini? Namun, mereka tahu bahwa setiap kata dari Raja harus ditanggapi dengan serius.
“Semangka seberat 1,5 kilogram, satu-satunya yang dipetik dari kebun istana, lenyap begitu saja!” lanjut Raja.
Tak ada yang berani menjawab. Maka, dipanggillah Abunawas, si cerdik yang selalu bisa mengubah masalah menjadi pelajaran berharga.
Ketika Abunawas tiba, ia tersenyum melihat Raja yang masih berwajah cemberut. “Baginda,” katanya dengan tenang, “apakah semangka itu memang begitu istimewa?”
“Tentu! Itu semangka paling segar, paling manis, dan beratnya pas, 1,5 kilogram! Aku sudah menantikan untuk menikmatinya, tetapi sekarang hilang entah ke mana,” jawab Raja.
Abunawas mengusap janggutnya. “Jika begitu, pencurinya bukan hanya seseorang yang lapar, tetapi juga seseorang yang tahu mana yang terbaik”
Para menteri menahan tawa, tetapi Raja tetap serius. “Jadi, bagaimana kau akan menemukannya?”
Abunawas berpikir sejenak, lalu berkata, “Baginda, izinkan saya mengumpulkan semua pelayan istana dan memberi mereka masing-masing sepotong semangka”
Seketika, para pelayan dikumpulkan di halaman istana. Abunawas membagikan potongan semangka dari keranjang lain.
“Makanlah semangka ini,” kata Abunawas. Para pelayan pun was – was.
Tak lama kemudian, satu per satu mereka memakan semangka dengan lahap. Namun, ada satu orang yang tampak gelisah, seorang penjaga dapur.
“Kau kenapa tidak makan?” tanya Abunawas, memperhatikan wajahnya yang pucat.
Penjaga itu menunduk. “Aku… aku sedang sakit perut,” katanya pelan.
Abunawas tersenyum. “Sakit perut karena terlalu banyak makan semangka, mungkin?”
Seisi istana terdiam, lalu Raja tertawa. “Jadi ini pencurinya?”
Penjaga itu gemetar, lalu berlutut. “Ampun, Baginda. Saya tergoda karena semangka itu terlihat sangat lezat”
Raja terdiam sejenak, lalu berkata dengan bijak, “Kejujuran adalah buah yang lebih manis daripada semangka terbaik sekalipun. Aku memaafkanmu, tetapi jadikan ini pelajaran: godaan selalu ada, tetapi kejujuran selalu lebih baik”
Abunawas mengangguk setuju. “Orang yang berani jujur mungkin akan kehilangan sesuatu yang kecil, tetapi ia akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar, yaitu kehormatan”
Cerita tentang semangka ini menjadi simbol bahwa kejujuran lebih bernilai daripada kemanisan yang sesaat.