Foto Ilustrasi dok Istimewa
HIBURANMERPOS,–Pada suatu malam yang sejuk, di ruang perjamuan istana, Raja Harun Ar-Rasyid duduk santai di singgasananya. Gelas anggur delima berada di tangan kanannya, sementara di hadapannya berdiri seorang tamu asing, seorang musafir dari negeri jauh yang dikenal memiliki kisah-kisah unik.
“Tamu asing,” kata sang Raja, “malam ini aku ingin mendengar sesuatu yang tidak biasa. Sebuah kisah yang misterius tetapi tetap memiliki makna menghibur”
Tamu asing itu tersenyum, menyesap tehnya perlahan, lalu berkata, “Wahai Baginda, izinkan hamba menceritakan sebuah kisah dari Negeri Lautan, tentang seekor kepiting dijuluki “Nasibe” dan sebuah botol misterius yang konon bisa menghilangkan kantuk!”
Raja mengangkat alisnya, tertarik. “Kepiting? Botol misterius? Hmm… lanjutkan!”
Tamu asing itu mulai berkisah.
“Sore itu, di perbatasan Kerajaan Kuda dan Kerajaan Kapal, seekor kepiting coklat usianya masih sangat muda “Nasibe” menunggangi seekor kura-kura dengan tergesa-gesa bersama sejumlah kepiting dari laut biru. Ia hendak menuju Kerajaan Dewa-Dewi Kepiting, namun di tengah perjalanan, kantuk menyerangnya tanpa ampun.
Saat itulah, ia melihat sebuah botol kaca kecil tersangkut di akar bakau. Botol itu berisi cairan keruh namun tampak segar.
‘Cairan Pembersih Mata’
Tamu Asing Raja menyebut, Nasibe mengamati botol itu dengan penuh penasaran. Apakah ini air suci para Dewa-Dewi Kepiting? Ataukah ini racun yang menyamar dalam bentuk lain?
Ada banyak versi tentang apa yang terjadi selanjutnya.
Sebagian cerita mengatakan bahwa Nasibe membuka botol itu dan meneguk cairannya. Sejurus kemudian, ia terbatuk-batuk dan berjalan miring seperti kepiting mabuk.
Namun, ada juga yang berkata, Nasibe hanya melihat botol itu, lalu pergi tanpa menyentuhnya.
“Tidak mungkin. Mana ada kepiting yang minum dari botol kaca?” ujar seekor kerang skeptis.
“Tapi aku melihatnya dengan mataku sendiri!” seru seekor udang menyelah.
Kisah ini menyebar ke seluruh negeri laut, semakin lama semakin berwarna. Ada yang bilang Nasibe pingsan di pasir sambil menyesali perbuatannya. Ada pula yang bersumpah botol itu telah dibawa ke istana Raja Laut untuk diteliti.
Namun, ada satu misteri yang tak terpecahkan…
Apakah benar Nasibe meminum cairan itu?
Ataukah ini hanya cerita yang terus berkembang karena lidah-lidah iseng di laut?”
Raja Harun Ar-Rasyid mengusap janggutnya. Matanya menyipit, mencoba mencari makna di balik kisah ini.
“Jadi, tamu asing…” katanya perlahan, “apa yang terjadi pada Nasibe setelah itu?”
Tamu asing itu tersenyum. “Baginda, tak seorang pun tahu kebenaran mutlaknya. Tetapi di negeri laut, setiap kali ada yang hendak melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang, mereka selalu diingatkan oleh satu nasihat bijak:
‘Jangan jadi Nasibe! Jangan meneguk cairan pembersih mata hanya karena kau mengantuk’”
Raja mengangguk, tetapi keningnya masih berkerut. Ia menatap tamu asing itu lama, lalu berkata,
“Aku tidak yakin kisah ini benar. Bisa jadi ini hanya karangan belaka” gumamnya dengan raut wajah sekecup cuka naga.
Kemudian, ia memerintahkan seorang pelayan, “Undang Abunawas ke hadapanku. Aku ingin tahu pendapatnya tentang cerita aneh ini”.
Tak lama kemudian, Abunawas tiba di istana. Dengan senyum liciknya, ia menatap sang Raja dan tamu asing itu.
Raja langsung menyodorkan pertanyaan, “Abunawas, kau tahu tentang cerita kepiting bernama Nasibe yang katanya meneguk cairan pembersih mata ngantuk?”
Abunawas mengusap dagunya, berpikir sejenak. Lalu ia berkata dalam hatinya, kebenaran akan terungkap, namun biarlah saat ini saya hibur Baginda Raja.
“Baginda, apakah Anda percaya bahwa seekor kepiting bisa membuka botol kaca dan meneguk isinya?”
Raja mengerutkan dahi. “Tentu saja itu mustahil”, tuturnya.
Abunawas tersenyum. “Lalu, jika Anda sendiri menganggap itu mustahil, mengapa cerita ini menjadi begitu besar dan dipercayai banyak makhluk di lautan?”.Raja terdiam. Dan sejenak tenang.
Lalu Abunawas melanjutkan, “Baginda… mungkin kepiting Nasibe memang tidak pernah ada, lalu kabar berkembang dari satu mulut ke mulut lainnya. Hingga akhirnya, Nasibe yang tadinya hanya kepiting biasa, berubah menjadi legenda.
Bukankah sering terjadi di dunia ini, Baginda? Sesuatu yang belum tentu benar, tetapi semakin diceritakan, semakin dipercayai?”
Seketika, Raja Harun Ar-Rasyid tergelak.
“Hahaha! Sungguh kisah yang menghibur! Sebuah cerita misterius tanpa jawaban pasti, tetapi penuh dengan pelajaran”
Lalu, dengan tatapan penuh makna, ia bertanya, “Tapi katakan padaku, Abunawas… apakah kau sendiri percaya bahwa Nasibe benar-benar meminumnya?”
Abunawas menatap sang Raja dengan senyum yang sulit diartikan, perlahan, kemudian lalu menjawab.“Baginda… seperti semua kisah besar dalam sejarah, kebenarannya tidak lebih penting dari bagaimana orang menceritakannya”
Raja Harun Ar-Rasyid terdiam sejenak. Lalu, ia kembali tertawa terbahak-bahak, sementara para pelayan istana ikut tersenyum geli.
Dan malam itu, di Istana Baghdad, kisah Nasibe dan Pembersih Mata Ngantuk menjadi cerita yang akan terus diceritakan dengan berbagai versi, tanpa ada yang benar-benar tahu mana yang fakta dan mana yang hanya bualan belaka. Sementara di daratan si kambing hitam tidak dapat memberikan suara, ia tertidur pulas setelah kenyang, waktu pun berlalu hingga belum ada yang bisa memastikan kapan kambing hitam itu bangun kembali. Karena, kata Raja, hanya si kambing yang bisa dipercaya, semoga dongeng dalam cerita ini menghibur pembaca yang Budiman.
Penulis: Miftahul Jannah
Editor: Supriadi Buraerah