Foto Istimewa
SINJAIMERPOS– Kepemimpinan sejati adalah cahaya yang menerangi jalan bagi rakyatnya. Namun, ketika cahaya itu bersinar, selalu ada bayangan yang mencoba menutupi sinarnya. Demikianlah dinamika politik yang kini berkembang di lini desa di Sinjai, di mana sentimen politik tampaknya kembali mengemuka setelah peralihan kepemimpinan desa atas hasil Pilkades.
Seorang oknum mantan kepala desa sontak seolah mempertanyakan transparansi program desa tahun anggaran 2024 dengan menyebarkan narasi yang mencurigai adanya ketidakberesan dalam pelaksanaannya. Ia mendokumentasikan berbagai kegiatan desa yang tengah berjalan dan menyampaikannya kepada media, menciptakan gelombang opini di tengah masyarakat.
Setelah Wartawan Merpos menelusuri akar persoalannya hingga merangkum informasi dari Masyarakat, terkuaklah dugaan adanya aroma sentimen politik menjadi motiv dalam gerakan oknum Mantan kades dimaksud. Dirinya pun dipastikan segera diperiksa oleh Aparat Penegak Hukum terkait jejak kepemimpinannya yang sebelumnya diduga telah diperiksa oleh APH namun sampai saat ini hasilnya belum terungkap ke publik.
Berbicara kebenaran, di kehidupan fana ini, kebenaran akan selalu menemukan jalannya. Kades Aktif saat dihubungi Merpos ia memilih bisu, ia tidak minat menanggapi isi informasi yang mengguncang era kepemimpinannya. Sementara Masyarakat setempat justru menilai bahwa kepemimpinan desa saat ini lebih terbuka, lebih melibatkan rakyat, dan lebih mengedepankan musyawarah.
“Kami melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana desa ini sekarang dijalankan dengan lebih transparan. Pemimpin yang baik bukanlah mereka yang terus mengungkit masa lalu dengan kecurigaan, tetapi mereka yang bersama-sama membangun masa depan dengan kepercayaan,” ungkap seorang tokoh muda dari desa tersebut.
Sungguh, jika hati masih terikat oleh luka kekalahan, maka pandangan pun akan tertutup oleh prasangka. Politik sejati bukanlah tentang siapa yang menang atau kalah, tetapi tentang siapa yang mampu membawa kebaikan bagi rakyat. Maka, marilah kita bertanya kepada diri sendiri, “Apakah yang kita cari? Kebenaran atau pembenaran?”
Jika memang ada dugaan ketidakberesan, biarlah hukum yang berbicara, bukan sekadar opini yang dibalut sentimen. Masyarakat juga mengingat bahwa kepemimpinan sebelumnya pernah diperiksa terkait program tertentu, namun hingga kini belum ada kejelasan bagi publik. Jika keadilan benar-benar dicari, maka transparansi harus berlaku bagi semua, bukan hanya bagi mereka yang sedang berkuasa, tetapi juga bagi mereka yang pernah memegang tampuk kepemimpinan.
Dunia akan selalu dipenuhi perbedaan, namun perbedaan itu seharusnya menjadi alasan untuk saling melengkapi, bukan untuk saling menjatuhkan. Politik yang didasarkan pada sentimen kekalahan hanya akan menghambat kemajuan.
Sebagaimana kata Rakyat yang meniru pepatah kuno, “Jika engkau tidak bisa menjadi cahaya, maka janganlah menjadi bayangan yang menghalanginya”.Kepemimpinan yang baik harus dihormati, dan mereka yang pernah memimpin harus mampu menjadi teladan, bukan hanya dalam masa jabatannya, tetapi juga dalam sikapnya setelahnya.
“Marilah kita jaga kedamaian desa kita. Jika ada yang perlu dikritisi, lakukanlah dengan bijak dan dengan niat membangun, bukan karena luka yang belum sembuh. Sebab, keikhlasan dalam menerima takdir adalah tanda kedewasaan, dan keadilan yang sejati tidak berpihak kepada ambisi, tetapi kepada kebenaran,” imbuhnya terdengar bijak. Rabu 5/2/2025.(Bersambung).
Penulis: Miftahul Jannah