JAKARTA, MERPOS, — Pada Kamis, 5 Desember 2024, tim penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung berhasil menangkap tersangka Alwin Albar (AA) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
“Penangkapan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Timah Tbk yang berlangsung dari tahun 2015 hingga 2022,”kata Kapuspenkum Dr Harli Siregar, S.H.,M.Hum, kepada MERPOS, di Jakarta, (5/12).

Dr. Harli Siregar, menjelaskan bahwa tersangka AA menjabat sebagai Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk pada periode 2017 hingga 2020.
Dalam kapasitasnya, AA bersama dengan pejabat lainnya di perusahaan tersebut, termasuk Direktur Utama dan Direktur Keuangan, mengeluarkan kebijakan yang mengizinkan PT Timah untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal.
Kebijakan ini bertujuan untuk menghindari penambangan langsung oleh PT Timah di WIUP milik mereka.
Namun, kenyataannya, bijih timah yang dibeli berasal dari penambang ilegal dan kolektor timah ilegal yang beroperasi di wilayah tersebut.
AA dan rekan-rekannya di PT Timah juga diduga bekerja sama dengan sejumlah perusahaan afiliasi untuk menutupi aktivitas ilegal ini.
Perusahaan-perusahaan tersebut, yang dikenal sebagai perusahaan “boneka,” digunakan untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal.
Lebih mengejutkan lagi, biaya pemurnian timah yang disepakati oleh pihak-pihak ini jauh lebih tinggi daripada biaya yang biasanya dikeluarkan oleh PT Timah.
Sementara biaya pemurnian normal berkisar antara USD 1000 hingga USD 1500 per metrik ton, dalam kasus ini biaya yang dibebankan mencapai USD 3700 hingga USD 4000 per metrik ton.
“Praktik ini menyebabkan kerugian negara Rp300.003.263.938.131,14 (tiga ratus triliun tiga miliar dua ratus enam puluh tiga juta sembilan ratus tiga puluh delapan ribu seratus tiga puluh satu koma empat belas rupiah),”jelasnya.
Dr. Harli juga menyampaikan bahwa penangkapan terhadap tersangka AA dilakukan setelah adanya surat perintah penangkapan yang dikeluarkan pada Oktober 2023 dan surat perintah penyidikan yang diterbitkan pada Maret 2024.
Setelah penangkapan, AA dibawa ke Gedung Menara Kartika Kejaksaan Agung untuk pemeriksaan kesehatan dan kemudian diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk proses hukum lebih lanjut.
“Sebelumnya, tersangka AA juga pernah ditahan dalam kasus lain terkait pengadaan peralatan washing plant di PT Timah Tbk oleh Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung,”ungkapnya.
Dr. Harli menegaskan bahwa Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menuntaskan kasus tanpa pandang bulu.
Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat ini menyebut, penangkapan tersangka AA merupakan tindak lanjut dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, khususnya di sektor pertambangan yang telah merugikan negara dalam jumlah yang sangat besar.
Dengan langkah ini, Kejaksaan Agung berharap dapat mempercepat penyelesaian kasus ini dan memberikan efek jera terhadap praktik-praktik korupsi yang merugikan keuangan negara.
“Kami (kejaksaan -red) akan terus bekerja keras untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat bertanggung jawab sesuai hukum,”tegas Harli.
Belum berhenti sampai disitu, Harli sapaan akrab Dr Harli Siregar, S.H.,M.Hum menerangkan bahwa, sebelumnya, Berdasarkan Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pangkal Pinang Nomor: 8/Pid.Sus-TPK/2024/PN Pgp tanggal 3 Desember 2024,
Terdakwa Alwin Albar (AA) dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang R.I. No. 31 tahun 1999 yang telah dirubah dan diperbaharui dengan Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
AA dijatuhi hukuman tindak pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan denda Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan).
“Tersangka AA disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,”pungkasnya.
(S/LF/MP)
Comments 2