JAKARTA, — Pada awal September 2024, Jumiati Ningsih, seorang ibu rumah tangga di Bangka membeli kabel tembaga seharga Rp3,34 juta dari seorang pria bernama Deden Susanto, yang ternyata adalah barang curian milik Yoga. Saat fakta ini terungkap, Ningsih menghadapi ancaman hukuman, tetapi sebuah pendekatan berbeda menyelamatkannya dari meja hijau.
Sementara itu, di Minahasa, seorang artis bernama Andre Walangare terlibat dalam kasus penganiayaan ringan. Meski kasus ini sempat menghebohkan dunia dan seisinya, penyelesaian membawa pesan damai untuk masyarakat luas.
Pada 2 Desember 2024, di Gedung Kejaksaan RI, Jakarta, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual yang mengungkapkan hasil penyelesaian 12 kasus hukum, termasuk kasus Ningsih dan Andre. Proses ini menggunakan pendekatan Restorative Justice (keadilan restoratif), yang menitikberatkan pada perdamaian dan pengakuan kesalahan oleh terduga pelaku.
Dalam kasus Ningsih, dirinya secara terbuka mengakui kesalahannya kepada Yoga dan meminta maaf. Permintaan maaf ini diterima dengan hati terbuka oleh Yoga, yang mengutamakan solusi damai ketimbang memperpanjang konflik. Atas dasar ini, Kejaksaan Negeri Kaur mengajukan penghentian penuntutan, yang akhirnya disetujui oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu dan JAM-Pidum hingga prof Asep.
Sementara itu, Andre Walangare juga melalui mediasi serupa. Ia bertemu dengan korbannya, mengakui kesalahannya, dan menyampaikan permohonan maaf. Komitmennya untuk berubah membuat korban sepakat menghentikan kasus ini.
“Restorative Justice bukan hanya solusi hukum, tapi juga jalan untuk mengembalikan kedamaian di masyarakat,”ungkap Prof. Asep saat memimpin ekspose virtual.

Penghentian penuntutan kedua kasus ini, seperti juga 10 kasus lainnya, didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan restoratif:
1. Tersangka mengakui kesalahan dan meminta maaf.
2. Korban memberikan maaf tanpa tekanan.
3. Tersangka belum pernah dihukum sebelumnya.
4. Ancaman hukuman maksimal lima tahun.
5. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dan mufakat.
Daftar 11 Kasus selain Kasus Ningsih.
1. Cika Tukali alias Eca Tukali dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan
Pasal yang dilanggar, Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Ilman Banggu alias Ilman dari Kejaksaan Negeri Bolaang Mongondow Utara, Pasal yang dilanggar, Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
3. Jonathan Joshua Worang, Kejaksaan Negeri Minahasa, Pasal yang dilanggar, Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
4. Artis Andre Walangare, Kejaksaan Negeri Minahasa, Pasal yang dilanggar, Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Aphen alias Onta anak Bong Ki Man dari Kejaksaan Negeri Bengkayang
Pasal yang dilanggar: Pasal 362 jo. Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian
6. Ratih Citra Agusta, A.Md. binti Gusitan
dari Kejaksaan Negeri Sambas, Pasal yang dilanggar, Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
7. Yansa Fitra, A.Md. alias Fitra bin Abdul Hadi, Kejaksaan Negeri Sambas,
Pasal yang dilanggar, Pasal 44 Ayat (1) atau Ayat (4) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
8. Rusmandi alias Pak Tua bin Mustar
dari Kejaksaan Negeri Pangkalpinang,
Pasal yang dilanggar: Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Mardian Roni Putra bin Jailani dari Kejaksaan Negeri Kaur, Pasal yang dilanggar, Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) UU RI No. 23 Tahun 2024 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
10. Muhammad Harun dari Kejaksaan Negeri Serdang Bedagai, Pasal yang dilanggar: Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan
11. Widia Putri dari Kejaksaan Negeri Labuhanbatu Selatan, Pasal yang dilanggar, Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
(Penulis S-TIM MERPOS/dok K.3.3.1)